Serojaindonesia.com_Tigaraksa_Rasa cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menurun karena berbagai faktor. Kondisi ekonomi dunia yang kurang baik membuat sekelompok masyarakat lebih memprioritaskan keuntungan pribadi dengan memborong emas dan dolar.
Menurut Sudirman Indra (Koh Acin) salah satu Tohoh juga pengamat, "Kita tidak boleh melupakan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pada zaman penjajahan Jepang, masyarakat pribumi dan non-pribumi yang tinggal di Nusantara mengalami penyiksaan hingga pembunuhan. Akhirnya masyarakat lokal dan pendatang yang sudah lahir di Nusantara bersatu untuk mengusir Jepang dan mencapai kemerdekaan.
Tujuan kita untuk merdeka tercapai pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan, kita belum memiliki mata uang sendiri. Pada tanggal 30 Oktober 1946, uang rupiah baru diedarkan. Jelasnya
Bahkan Sebelum kemerdekaan, barang-barang nusantara seperti karet, lada, dan cengkeh sudah dijual ke Singapura, terutama oleh pedagang etnis Tionghoa yang bisa berbicara bahasa Mandarin. Setelah kemerdekaan, pedagang Tionghoa juga beradaptasi dengan situasi baru dan menggunakan uang rupiah. Ungkap Sidirman Indra
Ia memaparkan, Pada tahun 1963, Presiden Soekarno memiliki ide untuk "Ganyang Malaysia" dan melibatkan masyarakat, termasuk keturunan Tionghoa, dalam wajib militer dan pelatihan perang. Namun, setelah peristiwa PKI, hidup mereka berubah drastis. Banyak yang ditangkap tanpa proses pengadilan, dan anak-anak mereka terkena dampak buruk dengan kode "ex" pada KTP mereka.
Orang tua yang terkena dampak tersebut kemudian memberikan pesan kepada anak-anak mereka untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik atau membela negara, tetapi lebih baik menjadi pengusaha dan mencari uang. Hal tersebut menyebabkan rasa cinta terhadap NKRI menurun.
Oleh karena itu, mari kita ikut serta menyumbangsih ke negara karena zaman sudah berubah dan kita hidup dalam demokrasi yang bebas. Kita dapat berkontribusi dalam berbagai cara dan membangun negara kita bersama-sama. Tutup Sudirman Indra
Red_Atr
