Notification

×

Iklan

Iklan

Miriss! Seorang Awak media di Intimidasi,oleh Pelaksana, Di Wilayah RSUD Tobat Balaraja, Pelaksana tersebut Songong, Diduga Seolah-olah berkuasa.

Sabtu, 02 Agustus 2025 | 17.56.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-02T10:56:13Z


*SEROJAINDONESIA.COM.- Kabupaten Tangerang— Insiden yang mencederai kebebasan pers dan keterbukaan informasi publik kembali terjadi, kali ini di area RSUD Balaraja. Seorang wartawan media online, yang akrab disapa Bonai, mengalami perlakuan intimidatif saat menjalankan tugas jurnalistiknya dalam memantau proyek pembangunan mushola di lingkungan rumah sakit Sabtu (02/08/2025).


Proyek mushola yang dimaksud merupakan kegiatan konstruksi dengan nilai kontrak sebesar Rp 2.048.267.315,00 dan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2025. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT. Demes Karya Indah dengan masa pelaksanaan selama 120 hari kalender. Lokasinya berada di area RSUD Balaraja, yang notabene merupakan fasilitas publik milik pemerintah.


Namun bukannya disambut dengan keterbukaan, wartawan yang sedang melakukan peliputan justru mendapat tuduhan tidak mendasar dari pihak pelaksana proyek. Direksi PT. Demes Karya Indah yang berinisial LS menuding wartawan telah memasuki area proyek tanpa izin. Padahal lokasi proyek tersebut jelas-jelas berada di ruang terbuka rumah sakit yang bisa diakses masyarakat umum.


Keributan pun terjadi. LS secara emosional bersitegang dengan Bonai dan bahkan menarik bagian baju wartawan tersebut. Tindakan ini tentu saja menimbulkan kemarahan dan kekecewaan dari rekan-rekan media yang juga berada di lokasi. Salah satu rekan pimpinan media segera menghubungi Ketua Umum DPP BIAS Indonesia, Eky Amartin, untuk memberitahukan peristiwa tersebut dan membawa persoalan ini ke jalur hukum.


Sebelum mendampingi para wartawan ke Polsek Balaraja untuk membuat laporan, Ketua Umum DPP BIAS terlebih dahulu menghubungi Humas RSUD Balaraja, seorang pejabat rumah sakit bernama Hidayat. Namun sangat disayangkan, Hidayat justru tampak tidak mengetahui apa-apa terkait insiden tersebut. Bahkan ia balik bertanya, "Kapan kejadiannya?" Sebuah respons yang dinilai tidak hanya lamban, tetapi juga menunjukkan kelalaian dalam menjalankan fungsi komunikasi publik di lingkungan pelayanan umum.


DPP BIAS menilai sikap humas yang cenderung tidak responsif itu memperparah situasi dan mencerminkan lemahnya kontrol rumah sakit terhadap dinamika sosial yang terjadi di kawasan yang menjadi tanggung jawabnya.


Tidak lama setelah laporan disampaikan, pihak kepolisian dari Polsek Balaraja langsung mendatangi lokasi dan mengarahkan LS untuk datang ke kantor polisi. Sementara itu, belasan wartawan dari berbagai media turut hadir di Mapolsek Balaraja sebagai bentuk solidaritas terhadap rekan seprofesi dan penolakan atas segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis.


Meski akhirnya LS menyampaikan permintaan maaf secara pribadi kepada Bonai, namun tidak ada permintaan maaf terbuka kepada seluruh wartawan yang ada di lokasi saat kejadian berlangsung. Sikap tersebut dianggap belum menyelesaikan masalah secara menyeluruh, mengingat insiden ini telah menyentuh marwah profesi wartawan secara kolektif.


Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Umum DPP BIAS Indonesia, Eky Amartin, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan arogan LS dan sikap tidak profesional Humas RSUD Balaraja. Ia menegaskan bahwa tindakan semacam itu adalah bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan sekaligus peringatan akan rapuhnya komitmen terhadap transparansi penggunaan anggaran negara.


"Perilaku LS adalah bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan dan ancaman nyata terhadap transparansi pelaksanaan proyek APBD. Saya mengecam keras tindakan intimidatif ini, apalagi terjadi di area rumah sakit milik negara. Wartawan tidak sedang mencari sensasi, mereka bekerja untuk publik. Yang lebih ironis adalah sikap Humas RSUD Balaraja yang justru terkesan tidak peduli fungsi humas itu bukan sekadar menjawab pertanyaan, tapi memastikan keterbukaan informasi berjalan," ujar Eky.


DPP BIAS Indonesia menegaskan bahwa proyek-proyek yang dibiayai dari uang rakyat wajib terbuka terhadap pemantauan publik, termasuk peliputan media. Ketertutupan terhadap media adalah sinyal awal dari potensi penyimpangan, dan siapapun yang mencoba menghalangi tugas jurnalis berarti melawan prinsip-prinsip demokrasi dan tata kelola yang bersih.


"Kami akan terus mengawal kasus ini. Jangan sampai permintaan maaf personal dijadikan tameng untuk menghindar dari tanggung jawab publik. Jika tidak ada iktikad baik dari pelaksana proyek maupun institusi rumah sakit, maka jalur hukum adalah keniscayaan," tegas Eky Amartin.


Tidak boleh ada lagi wartawan yang merasa takut, apalagi diteror, hanya karena menjalankan fungsinya mengabarkan kebenaran kepada masyarakat. .(AKW)

Iklan Atau Konten recreative , Adskeeper Yang Berada Di website ini Bukan Tanggung Jawab Bagian Dari Media Seroja Indonesia Com

Rekomendasi

×
Berita Terbaru Update